Sejarah Singkat Masyarakat adat
To Pebato merupakan salah satu
suku asli yang kebanyakan menempati wilayah Poso Pesisir, Kabupaten Poso,
Sulawesi Tengah. To Pebato merupakan salah satu sub suku dari sekian banyak
sub-suku Bare’e.
Menurut keterangan tokoh
masyarakat adat Pebato Lipu Sulewana, Pebato sendiri memiliki makna “Menumpas
Lawan/Musuh”. Dahulu To Pebato (Orang Pebato) bermukim di puncak Gunung Umbongi
yang berjarak 3 KM dari pemukiman di Desa Sulewana saat ini. Konon, ketika itu
musuh sering kali menjarah dan menyerang mereka. Olehnya, di Gunung Umbongi
mereka membuat benteng pertahanan dari kayu yang mengelilingi gunung tersebut
dan hanya membuat satu gerbang sebagai akses masuk dan keluar. dikarenakan
tempat yang strategis saat terjadi peperangan, mereka dengan mudah menumpas lawan
yang berada dibawah. Oleh sebab itu pula, gunung Umbongi lebih dikenal dengan
sebutan Gunung Pebato.
Menurut catatan sejarah, pada era
penjajahan wilayah ini dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Pemerintah Hindia Belanda mulai memperkenalkan Agama Kristen kepada To Pebato
oleh teolog dan misionaris Belanda, A.C.Kruyt dari Nederlandsch Zendeling
Genootschap (NZG) pada tahun 1892 serta Nicolaus Adriani dari Nederlands
Bijbelgenootschap pada tahun 1895. Pembaptisan pertama kali dilaksanakan pada
tahun 1892. Pembaptisan ini dilakukan kepada Kepala Suku Pebato Papa I Wunte
dan Ine I Maseka bersama dengan sekitar seratus orang pengikutnya sekitar pada
tahun 1901-1907.
Sebelum adanya Lipu Sulewana,
komunitas ini dulunya berasal dari beberapa lokasi yang berada di pegunungan
Umbongi yang terdiri dari beberapa kelompok keluarga hingga membentuk satu
perkampungan yang bernama Lipu Mara’ayo adapun kelompok tersebut adalah :
1. Mowumbu
2. Batunoncu
3. Lipu ri Tongo
4. Ncarao
5. Kasiro
6. Tamungku
7. Waroe
8. Buyu Ganda
9. Lambagu
10. Mo’api
Hingga pada tahun 1933-1934,
masyarakat yang bermukim di kampung Mara’ayo pindah ke Lipu Sulewana sekarang.
Sulewana sendiri berasal dari dua
nama lokasi pemukiman penduduk, yaitu Sule berasal dari Sulempebayong dan Wana
dari Tarawana. Kemudian disatukan menjadi Sulewana. Mereka yang bermukim di dua
lokasi adalah yang berasal dari Lipu Mara'ayo (Gunung Pebato), yang terletak
kurang lebih 3 km ke arah utara Lipu Sulewana. Perpindahan masyarakat itu
dilakukan secara bertahap, dimulai pada tahun 1933 hingga pada puncaknya bulan
agustus-oktober 1934 bersamaan dengan setelah selesainya masa panen padi
ladang.
Berikut adalah daftar Kepala
Kampung dan Kepala Desa di Sulewana:
Lipu Mara’ayo :
1. Ngkai Meringgi
2. Ngkai Djepa
3. Papa Nuki
4. Ngkai M. To’o
Pindah Lipu Sulewana :
1. Ngkai M. To’o
2. Balanda Talaku
3. Tarudju Ganta Lemba
4. Manggalita Penda
5. Djanggo Patade
6. Besunggu Kalingani
7. Lena Nto’o
8. Heni Meringgi
9. Lena Nto’o
10. Poipu Laparaga
11. Lamindu Kawanga
12. Ali Kope
Kepala Desa :
1. Eno Purasongka
2. Banti Tenggili
3. Yafet Ponsedo
4. Kurias Sagiagora
5. Paulus Baduge
6. Rantu Kamboli
7. Dasmin Ndo’o
8. Rantu Kamboli
9. Edison Kawanga
10. Redi Tanambo
11. Yus Rombot
12. Patrian Liudongi
13. Redi Tanambo
14. Exan Tanombo
15. Gilbert Kaose, S.E, M.M
16. Sunbiulu
17. Hermin Mira (PJS)
Sumber : DISINI
0 comment:
Posting Komentar