Minggu, 11 Juni 2023

Perempuan Dalam Budaya Palu

Silahkan bagikan :
۞ السَّــــــلاَمُ عَلَيْــــــكُمْ وَرَحْمَــةُ اللــــهِ وَبَرَكَاتُــــــــــهُ ۞
۞ بســـــــــــــم اللّـــه الرّحمٰن الرّحيـــــــــــــم ۞
-----------------------------------------------------------------------

 


Saat ini perempuan dalam kehidupan bermasyarakat dan bersosial mendapat banyak sorotan dan perhatian, terkhusus dalam peran publik, ikut mengisi dan turut berpartisipasi merupakan kiprah perempuan dalam mencapai kebaikan kehidupan masyarakat. Kiprah perempuan sebagai ibu, pendidik, aktifis sosial, atau kiprah dalam bidang politik. Salah satu budaya dalam masyarakat Kaili kota Palu yang dapat menunjukkan peran perempuan di bidang publik dapat dilihat pada kegiatan pesta perkawinan (nosalia poboti).

 

Dalam rangkaian acara tersebut perempuan mempunyai keterlibatan yang sangat erat di dalamnya. Mulai dari mengundang (negaga) keluarga, teman, dan handai tolan, mempersiapkan pengantin dengan kegiatan mandi rempah atau (topopasaa), menghias pengantin (ina boti), mengatur makanan (ina rampu) dan menerima pengantin perempuan sebagai anggota keluarga saat acara mamatua (niingga). Melihat dari berbagai macam keterlibatan perempuan dalam kegiatan publik merupakan hal yang wajar dan penting untuk dilakukan. Dominannya perempuan tersebut merupakan tempat untuk menjadi arena pentas aktifitas perempuan Kaili Palu.

 

Peran perempuan dalam kaca mata masyarakat masih cenderung menilai bahwa perempuan idealnya berada pada ranah domestik saja dan itu sekan-akan merupakan hal yang mutlak bagi perempuan untuk mengurus rumah tangga, mengurus anak dan suami. Alhasil ada istilah tugas perempuan seputar 3UR, yaitu kasur, dapur, dan sumur. Padahal mestinya dengan melihat kebutuhan zaman bahwa saat ini peran perempuan tidak hanya di domestik saja tapi juga dibutuhkan dalam bidang publik agar dapat mengambil kesempatan untuk menyelami arena politik yang telah diberikan oleh pemerintah.

 

Aida Vitalaya dalam jurnal Indah Ahdiah membagi peran perempuan menjadi lima peran, yaitu pertama peran tradisi, hal itu menempatkan perempuan sebagai alat dan fungsi reproduksi (mengurus rumah tangga, melahirkan, mengasuh akan serta mengayomi suami. Dalam lingkungan masyarakat di Desa merupakan hal yang mutlak tentang perempuan yang ditempatkan pada posisi atau situasi yang bersifat domestik atau dalam negeri atau dalam rumah. Sehingga banyak keinginan para perempuan untuk berpendidikan tinggi yang harus terkubur karena tradisi yang sudah kental itu.

 

Kedua, peran transisi, hal itu mengelompokkan peran transisi lebih utama atau penting dibandingkan peran yang lain, karena pembagian tugasnya mengikuti aspirasi gender. Sebagaimana yang telah diketahui bahwa gender merupakan konsep kultural yang mengarah pada karakteristik antara laki-laki dan perempuan baik secara moral, mental, biologis, perilaku dan sosial budaya. Pandangan atau aspirasi masyarakat itu yang selalu dilekatkan pada perempuan bahwa ia merupakan makhluk yang feminim dan seharusnya tidak jauh-jauh dari zona atau rumahnya.

 

Ketiga, Dwiperan, yang meletakkan posisi perempuan dalam kehidupan domestik dan publik. Peran ini merupakan peran yang lebih baik, sehingga perempuan dapat merasakan dan melakukan pekerjaan sesuai dengan keinginan mereka tanpa memikirkan keterbatasan pergerakan bagi seorang perempuan. Di samping itu, perempuan juga bisa tetap melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai anak, istri, atau pun ibu.  Apabila keduanya dapat dilakukan dengan baik dan benar, maka tidak menjadi halangan lagi untuk para perempuan dalam berperan aktif di luar hal-hal yang bersifat domestik.

 

Keempat, peran egalitarian yaitu peran yang lebih menyita waktu dan perhatian untuk kegiatan di luar sedangkan urusan dalam dapat diacuhkan. Terkadang ada perempuan yang lebih suka beraktivitas di luar rumah di bandingkan dengan di dalam rumah. Hal tersebut boleh saja dilakukan, asalkan suatu tugas dan kewajiban sebagai anak, ibu, dan istri tetap harus dilakukan sebagaimana mestinya.

 

Kelima, peran kontemporer, memiliki dampak yang besar karena perempuan dapat memilih untuk mandiri dalam kesendirian. Peran ini dapat dipegang oleh beberapa perempuan yang lebih cenderung menyukai hal-hal yang tidak melibatkan banyak orang. Namun, perlu diingat kembali bahwa manusia itu tidak bisa lepas dari bantuan orang lain, karena manusia memiliki sifat individual dan sosial.

 

Kelima peran di atas telah menjelaskan bahwa perempuan mempunyai peran yang pastinya memiliki kelebihan dan kekurangan. Sebab itu, tugas perempuan ialah mencari peran apa yang harus diterapkan dalam dirinya untuk menjadi bekal dalam menghadapi segala rintangan yang ada baik dalam rumah tangga atau masyarakat luar.

 

Sebagaimana para perempuan yang ada pada lingkungan masyarakat suku Kaili yang memandang peran, kedudukan dan hak perempuan dari segi bersosial dipandang terhormat dan tinggi. Terdapat mitos to manuru yang menjelaskan bahwa asal pemimpin suku kaili. Mitos tersebut menerangkan bahwa penjelmaan manusia dari kayangan yang dipercayai oleh masyarakat kaili merupakan cikal bakal yang dapat memberikan pengaruh dalam kehidupan di masyarakat. Masyarakat Kaili mempercayai bahwa dengan to manuru yang perempuan sebagai istri dapat memberi pengaruh yang besar bagi kehidupan bermasyarakat dan juga memberikan generasi-generasi yang hebat.

 

Demikianlah pandangan masyarakat Palu, khususnya suku Kaili dalam menempatkan perempuan di derajat yang tinggi dan terhormat. Namun, semua itu tidak lepas pada kepercayaan-kepercayaan para nenek moyang terdahulu yang meyakini bahwa mitos itu ada dan termasuk hal yang benar.


Sumber : DISINI


۞ الحمد لله ربّ العٰلمين ۞

-----------------------------------------------------------------------

0 comment:

Posting Komentar

۞ MEDIA - SOSIAL ۞